
PBB Naik Sampai 250%? Masyarakat Kaget, Bukan Main!
Warga Kabupaten Pati dikejutkan dengan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang bisa tembus hingga 250%. Bayangkan, surat pajak yang biasanya ratusan ribu tiba-tiba melonjak jadi jutaan rupiah. Nggak cuma bikin kaget, tapi juga bikin bingung. Banyak yang bertanya-tanya: “Ini kenapa bisa naik drastis begini, ya?”
Pemerintah Alasan Naik Karena Penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
Pihak Pemkab Pati berdalih bahwa kenaikan ini terjadi karena penyesuaian NJOP yang sudah lama tidak diperbarui. Intinya, harga tanah dan properti naik, jadi pajaknya ikut naik. Tapi… warga tetap merasa nggak masuk akal. Karena, nggak semua orang punya penghasilan setara dengan kenaikan nilai NJOP itu.
Masalahnya Bukan Cuma di Angka, Tapi di Cara Komunikasi
Kalau cuma soal hitung-hitungan, masyarakat bisa saja menerima. Tapi yang bikin geram adalah cara komunikasi dari pemerintah yang minim penjelasan. Banyak warga baru tahu soal kenaikan ini setelah menerima SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang). Nggak ada sosialisasi yang memadai, nggak ada diskusi publik, tiba-tiba langsung tembak angka segitu besar.
Ketika Rasa Percaya Mulai Retak
PBB ini sebenarnya bukan pajak baru. Tapi ketika nominalnya melonjak drastis tanpa proses yang transparan dan terbuka, rasa percaya masyarakat jadi goyah. Pajak itu urusan sensitif. Dan rasa percaya ke pemerintah adalah modal utama agar masyarakat mau bayar dengan sukarela. Kalau sudah hilang rasa percaya, ujungnya bisa ke arah penolakan, bahkan perlawanan sosial.
Apakah Pemerintah Lupa, Ekonomi Rakyat Masih Sulit?
Di saat sebagian besar masyarakat masih berjuang bangkit dari tekanan ekonomi pasca-pandemi, di tambah harga kebutuhan pokok yang nggak stabil, kok malah PBB di naikkan drastis? Bukannya membantu, ini justru terkesan menekan. Pemerintah harusnya peka terhadap situasi psikologis dan ekonomi rakyat, bukan asal patok angka.
Reaksi Warga: Dari Protes Offline sampai Ledakan di Medsos
Protes muncul di mana-mana. Warga mengeluh lewat media sosial, membuat petisi, sampai mengadu ke DPRD. Beberapa bahkan terang-terangan menolak membayar sebelum ada penjelasan lebih lanjut. Kasus ini membuktikan bahwa masyarakat sekarang makin melek informasi dan tahu hak-haknya. Mereka nggak diam saja kalau merasa dirugikan.
Potensi Efek Domino: Bukan Cuma di Pati
Kalau isu ini dibiarkan dan nggak segera dibenahi, bisa jadi efek domino ke daerah lain. Pemerintah daerah lain mungkin akan meniru kebijakan serupa, dan masyarakat akan makin antipati pada kata “pajak.” Padahal, pajak itu penting, asal digunakan dan dikelola dengan benar, serta disosialisasikan dengan baik.
Butuh Audit, Bukan Cuma Klarifikasi
Masyarakat sekarang nggak puas dengan klarifikasi singkat atau kata-kata manis di media. Mereka butuh bukti nyata. Perlu ada audit publik terkait penetapan NJOP, transparansi penggunaan dana PBB, dan proses penetapan kebijakan ini. Jangan sampai ada anggapan bahwa ini hanya akal-akalan untuk menambal defisit anggaran daerah.
Solusinya Bukan Menyuruh Bayar, Tapi Duduk Bareng
Pemerintah harus mengubah pendekatan. Bukan dengan ancaman denda atau penyitaan, tapi dengan komunikasi terbuka. Libatkan tokoh masyarakat, adakan forum dialog, dan buka semua data secara transparan. Kalau masyarakat diajak ngobrol dan diberi ruang suara, mereka cenderung lebih mau menerima — bahkan mungkin mendukung.
Pajak Harus Adil, Rasional, dan Manusiawi
Menaikkan pajak itu sah-sah saja. Tapi harus menyesesuaikan dengan asas keadilan dan kemampuan masyarakat. Jangan sampai kesannya pemerintah minta rakyat berkorban, sementara mereka sendiri hidup nyaman. Apalagi kalau masyarakat merasa tidak melihat dampak nyata dari pajak yang mereka bayarkan selama ini. ~TirtaAji