FinanceNasionalTrending

PPATK Blokir Dompet Digital: Gimana Kalau Algoritmanya Salah Tangkap?

Isu PPATK mau blokir e-wallet lagi panas-panasnya. Tujuannya bagus buat ngeberesin aliran dana ilegal. tapi malah banyak overblocking alias keblokirnya akun yang sebenernya nggak salah, cuma gara-gara sistem deteksi yang keliru.

1. Kenapa Salah Tangkap Bisa Terjadi?

Bayangin aja, jutaan transaksi e-wallet terjadi tiap menit di Indonesia. PPATK pasti nyaring mana yang “mencurigakan” dan mana yang aman. Nah, masalahnya, data kadang nggak selalu lengkap atau real-time.

Kalau misalnya ada orang nerima dana dari akun yang udah di tandai “berisiko” padahal dia nggak tahu apa-apa, sistem bisa otomatis flag akunnya. Ini yang bikin risiko overblocking makin gede.

2. False Positive dan Efeknya

Dalam dunia keamanan data, false positive itu udah kayak penyakit lama. Artinya, sistem bilang ada masalah, padahal nggak ada.

Di konteks e-wallet, false positive bisa berarti:

  • Akun penjual online tiba-tiba nggak bisa nerima pembayaran.
  • Saldo nyangkut di tengah-tengah campaign diskon besar.
  • Freelancer nggak bisa narik honor proyek.

Efeknya bukan cuma finansial, tapi juga mental. Orang bisa stres karena uangnya “dikurung” tanpa kepastian kapan dibuka.

3. Kenapa Ini Berbahaya Buat Kepercayaan Publik

Sekali aja banyak akun “bersih” yang keblokir, trust publik ke e-wallet bisa drop. Orang jadi ragu naro uang di sana, apalagi kalau proses bandingnya ribet dan lama.

Padahal, selama ini pemerintah dan industri lagi gencar banget bikin masyarakat go cashless. Kalau kepercayaan hancur, misi ini bisa mundur jauh.

4. Tantangan Teknis di Balik Layar

Overblocking biasanya terjadi karena:

  • Data yang nggak update → Transaksi udah di verifikasi aman, tapi sistem belum refresh.
  • Algoritma terlalu sensitif → Semua yang mirip transaksi ilegal langsung dianggap ilegal.
  • Kurang konteks → Sistem cuma lihat angka, nggak lihat alasan transaksi.

Buat ngehindarin ini, PPATK butuh sistem monitoring yang nggak cuma cepat, tapi juga pintar baca konteks. Dan itu nggak gampang, apalagi kalau volume transaksinya miliaran per bulan.

5. Korban Salah Blokir: Siapa Saja yang Berisiko?

Siapa pun bisa kena, tapi kelompok paling rawan adalah:

  • UMKM yang sering terima banyak pembayaran kecil-kecil dari pembeli random.
  • Freelancer yang kliennya pakai akun e-wallet orang lain buat bayar.
  • Pengguna aktif promo yang sering transaksi nominal sama ke banyak pihak.

Pola ini kadang mirip pola transaksi ilegal kalau cuma dilihat dari data mentah.

6. Gimana Harusnya PPATK Menghindarinya?

Kalau mau blokir e-wallet tapi minim salah sasaran, beberapa langkah ini wajib ada:

  • Verifikasi berlapis sebelum blokir, bukan cuma andalin deteksi otomatis.
  • Cross-check sumber dana biar tahu konteksnya.
  • Sosialisasi ke pengguna biar orang tahu kebiasaan apa yang bisa bikin akunnya dicurigai.
  • Buka kanal komplain cepat dengan target penyelesaian hitungan jam, bukan hari.

7. Tips Buat Pengguna Biar Nggak Ikut Kena

Kita sebagai pengguna juga bisa jaga-jaga:

  • Simpan bukti transaksi, terutama kalau nominalnya besar.
  • Kalau transaksi rame-rame, tulis keterangan yang jelas di catatan pembayaran.

Langkah sederhana ini bisa bantu kalau sewaktu-waktu kita kena blokir dan harus buktiin kalau akun kita bersih.

Algoritma Nggak Selalu Benar

Blokir e-wallet buat lawan kejahatan finansial itu perlu, tapi algoritma dan sistem deteksi nggak selalu benar. Salah sedikit, akun orang yang nggak bersalah bisa jadi korban.

Makanya, isu overblocking ini harus diperhitungkan dari awal. Biar tujuan memutus aliran dana ilegal tercapai, tapi nggak bikin pengguna sah jadi collateral damage. Kalau PPATK bisa balance antara tegas dan akurat, semua pihak bakal lebih tenang. ~Tirtaaji

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button