
Julukan yang Menjadi Identitas
Tak banyak politisi di Indonesia yang punya panggilan sepopuler Bambang Pacul. Nama lengkapnya sebenarnya Bambang Wuryanto, tapi orang-orang lebih akrab memanggilnya Bambang Pacul. Julukan ini muncul sejak ia masih sekolah di Surakarta. Julukan “Pacul” yang berarti cangkul, alat kerja petani, melekat erat hingga kini dan jadi ciri khas dirinya.
Alih-alih merasa minder, Bambang justru bangga. Bagi dia, pacul bukan sekadar alat tani, tetapi simbol kerja keras, kesederhanaan, dan keterhubungan dengan rakyat kecil. Julukan ini seakan menjadi penanda bahwa ia berasal dari akar rumput, bukan dari lingkungan elit yang serba mewah.
Perjalanan Pendidikan dan Awal Langkah
Bambang kecil menghabiskan masa sekolahnya di Sukoharjo dan Surakarta. Ia kemudian melanjutkan kuliah di Universitas Gadjah Mada, mengambil jurusan Teknik, hingga meraih gelar insinyur. Setelah jadi insinyur, ia merasa masih ada yang kurang. Ia pun melanjutkan studi manajemen dan akhirnya menyabet gelar MBA.
Kombinasi latar belakang teknik dan manajemen membuatnya memiliki bekal yang kuat. Awalnya, ia sempat berkecimpung di dunia profesional. Namun, panggilan politik membuatnya menyeberang ke jalur yang berbeda. Tahun 2000 menjadi awal mula dirinya terjun secara serius bersama PDI Perjuangan.
Menanjak di Dunia Politik
Karier politik Bambang Pacul bisa dibilang cukup konsisten. Dari seorang kader, ia perlahan naik menjadi bagian penting dalam struktur partai. Perjalanan politiknya mencapai titik penting pada 2004, saat ia akhirnya melangkah ke Senayan sebagai anggota DPR RI. Dari sanalah perjalanan panjangnya sebagai wakil rakyat dimulai.
Bambang terpilih kembali di periode berikutnya, bahkan hingga empat kali berturut-turut. Ini membuktikan bahwa kehadirannya tak hanya sekadar formalitas, tetapi juga mendapatkan kepercayaan luas dari konstituennya. Ia pun menduduki posisi strategis, salah satunya sebagai Ketua DPP Bidang Energi dan Pertambangan.
Filosofi “Korea” yang Melekat
Selain dikenal karena gaya bicara yang blak-blakan, Bambang Pacul juga populer dengan istilah yang ia ciptakan: “korea”. Jangan salah sangka, istilah ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan negara Korea.
Bagi Bambang, “korea” adalah sebutan bagi orang-orang yang berasal dari bawah, berjuang dengan keterbatasan, namun tak pernah menyerah. Filosofi ini ia gunakan untuk menggambarkan semangat hidup yang pantang menyerah, sesuatu yang ia bawa ke dalam dunia politik.
Menurutnya, politik bukan hanya tentang jabatan atau kekuasaan, melainkan sarana untuk memperjuangkan rakyat kecil. Dengan semangat “korea”, ia ingin menanamkan keyakinan bahwa siapa pun bisa bangkit asalkan punya tekad kuat.
Wajah di Parlemen
Saat memegang jabatan Ketua Komisi III DPR RI, nama Bambang Pacul kian sering terdengar di ruang publik. Komisi ini membidangi hukum, HAM, dan keamanan—bidang yang selalu jadi sorotan publik. Tak heran jika pernyataannya kerap muncul di media, karena ia memang dikenal tak ragu berbicara apa adanya.
Periode 2024–2029 menjadi babak baru bagi karier politiknya. Ia dipercaya menjabat sebagai Wakil Ketua MPR RI, sebuah posisi strategis yang membuat perannya semakin penting di panggung politik nasional.
Pergantian di Jawa Tengah
Meski menanjak di tingkat nasional, perjalanan politik Bambang Pacul di daerah justru mengalami perubahan. Pada Agustus 2025, ia resmi di copot dari jabatannya sebagai Ketua DPD PDIP Jawa Tengah.
Pencopotan ini bukan karena konflik, melainkan karena aturan partai yang melarang rangkap jabatan. Bambang sudah memegang amanah besar sebagai Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDIP periode 2025–2030. Agar bisa fokus, jabatan Ketua DPD Jateng kemudian di amanahkan kepada FX Hadi Rudyatmo sebagai pelaksana tugas.
Keputusan ini menunjukkan bagaimana partai mengatur kadernya agar tetap solid dan efektif. Bagi Bambang, meski kehilangan posisi di Jawa Tengah, tanggung jawab di tingkat nasional jelas lebih besar dan strategis.
Potret Pribadi
Jika dilihat sekilas, Bambang Pacul sering tampil sebagai sosok tegas, keras, bahkan kadang kontroversial. Namun, di balik itu, ia dikenal sederhana dan tetap menjaga kedekatan dengan masyarakat bawah. Julukan “Pacul” yang melekat padanya benar-benar mencerminkan karakter tersebut.
Ia adalah sosok politisi yang tidak takut berbeda. Gayanya lugas, kadang jenaka, namun selalu punya makna. Filosofi “korea” yang ia gaungkan adalah gambaran cara pandangnya: politik harus kembali pada rakyat, bukan hanya sekadar perebutan kursi.
Kesimpulan
Dari akar rumput, Bambang Pacul meniti tangga politik yang panjang, namun selalu setia pada identitas dan prinsipnya. Dari seorang kader PDIP hingga menjadi Wakil Ketua MPR RI, perjalanannya penuh dinamika dan warna.
Kendati tak lagi memimpin PDIP Jawa Tengah, Bambang Pacul masih punya peran penting di panggung nasional. Filosofi “korea” yang ia gaungkan seakan menegaskan: politik adalah keberanian untuk berjuang dari bawah demi rakyat.
Ke depan, perjalanan Bambang Pacul masih akan menarik untuk diikuti. Ia bukan hanya tokoh dengan jabatan tinggi, tetapi juga seorang politisi dengan cerita unik yang lahir dari julukan sederhana—Pacul, alat tani yang menjelma menjadi simbol perjuangan.