
Awal Kisah yang Mengejutkan
Awal September 2025, kabar duka datang dari Peru. Zetro Leonardo Purba, staf KBRI di Lima, jadi korban penembakan. Kejadiannya cepat, tragis, dan langsung bikin banyak orang kaget. Bukan cuma rekan kerja, tapi juga masyarakat Indonesia yang dengar kabar ini ikut merasa kehilangan.
Biasanya diplomat identik dengan rapat resmi, acara kenegaraan, atau pertemuan penting. Tapi siapa sangka, dalam aktivitas sehari-hari seperti bersepeda, justru Zetro menghadapi akhir hidupnya.
Sosok Zetro di Mata Banyak Orang
Kalau bicara tentang Zetro, teman-teman kerjanya sering cerita kalau dia itu orangnya ramah, gampang bergaul, dan selalu siap membantu. Dia sempat bertugas di KJRI Melbourne, lalu balik ke Jakarta, dan baru beberapa bulan ditempatkan di Peru.
Buat keluarganya, Zetro bukan cuma diplomat, tapi juga suami dan sosok yang hangat. Buat rekan-rekan di kantor, dia adalah teman sekaligus pekerja keras. Jadi wajar saja kalau kabar penembakan ini bikin suasana jadi muram.
Kronologi Singkat Penembakan
Hari itu, Zetro lagi bersepeda pulang bareng istrinya. Pas sudah sampai depan apartemen, tiba-tiba ada dua orang datang naik motor. Tanpa banyak bicara, pelaku langsung tembak Zetro tiga kali.
Salah satu peluru kena kepala, dan meski sempat dibawa ke klinik, nyawanya nggak bisa diselamatkan. Yang bikin hati semakin perih, istrinya melihat sendiri kejadian itu dari jarak sangat dekat.
Luka Batin yang Tinggal
Kehilangan secara tiba-tiba itu rasanya berat banget, apalagi kalau harus lihat sendiri kejadian tragisnya. Istri Zetro pastinya mengalami trauma besar. Bayangkan harus menghadapi momen penuh teror seperti itu, pasti membekas dalam ingatan.
Di situasi seperti ini, bukan cuma soal pemulangan jenazah yang penting, tapi juga dukungan psikologis buat keluarga. Konseling, pendampingan, dan support dari banyak pihak jadi sangat dibutuhkan.
Solidaritas dari Diaspora Indonesia
Satu hal yang bikin sedikit lega adalah munculnya solidaritas dari komunitas Indonesia di Peru. Biasanya, kalau ada peristiwa besar seperti ini, WNI di luar negeri langsung bahu-membahu. Ada yang bantu biaya, ada yang ngasih tempat tinggal lebih aman, ada juga yang sekadar nemenin biar keluarga nggak merasa sendirian.
Solidaritas ini nunjukin kalau di mana pun kita berada, orang Indonesia punya ikatan kuat. Diaspora bisa jadi semacam keluarga kedua yang siap menopang ketika ada anggota yang kena musibah.
Rasa Takut Baru untuk WNI di Peru
Tragedi ini bikin banyak WNI di Peru jadi waspada. Kalau diplomat aja bisa jadi korban, otomatis warga biasa juga merasa nggak aman. Efeknya, orang jadi lebih hati-hati keluar rumah, pilih rute jalan, atau bahkan mikir dua kali kalau mau beraktivitas di luar.
KBRI pastinya harus lebih aktif jaga komunikasi dengan diaspora, biar kalau ada kondisi darurat, mereka bisa cepat saling memberi kabar.
Evaluasi Keamanan Diplomat RI
Sisi lain yang harus dibahas adalah soal keamanan diplomat. Selama ini, perlindungan lebih sering fokus ke duta besar atau kantor kedutaan. Padahal, staf diplomat lain juga butuh perlindungan ekstra.
Ada beberapa hal yang seharusnya dipikirkan lagi, misalnya:
- Perlu nggak diplomat difasilitasi transportasi resmi biar lebih aman?
- Apa perlu ada koordinasi dengan polisi lokal soal jalur rawan kejahatan?
- Apakah diplomat perlu dapat pelatihan khusus buat menghadapi situasi darurat?
Kasus Zetro ini bisa jadi wake-up call buat Kementerian Luar Negeri agar bikin standar keamanan baru.
Diplomasi Itu Juga Tentang Kehidupan Sehari-hari
Kadang orang mikir diplomat itu hidupnya selalu glamor, ketemu pejabat penting, dan hadir di acara formal. Tapi tragedi ini kasih gambaran nyata: diplomat juga manusia biasa. Mereka belanja, olahraga, bersepeda, bahkan sekadar pulang kantor sama seperti kita semua.
Hal sederhana itu bisa berubah jadi tragedi kalau keamanan nggak diperhatikan.
Harapan ke Depan
Harapan terbesar tentu aja keadilan buat Zetro. Pelaku harus segera ditangkap dan diadili. Tapi lebih dari itu, tragedi ini harus jadi pelajaran buat pemerintah: keselamatan diplomat bukan cuma formalitas, tapi kebutuhan nyata.
Selain itu, keluarga juga butuh support terus, bukan cuma pas pemakaman aja. Mereka butuh waktu panjang buat pulih dari luka batin ini.
Penutup
Kepergian Zetro Leonardo Purba meninggalkan duka yang dalam, dirasakan keluarga sekaligus orang-orang yang pernah dekat dengannya. Tapi di balik tragedi ini, ada sisi yang bisa kita ambil: pentingnya solidaritas, empati, dan perbaikan sistem keamanan diplomat Indonesia.
Diplomat adalah wajah negara di luar negeri. Kalau mereka nggak aman, itu juga jadi cerminan lemahnya perlindungan negara. Semoga peristiwa ini jadi yang terakhir, dan ke depan, para diplomat bisa bekerja dengan lebih tenang tanpa rasa takut.