NasionalTrending

Di Balik Kerusuhan Unisba: Trauma Mahasiswa, Solidaritas, dan Narasi di Ruang Digital

Pendahuluan

Universitas Islam Bandung (Unisba) mendadak jadi sorotan setelah kerusuhan pecah di lingkungan kampus. Kejadian ini bukan hanya mengejutkan mahasiswa dan dosen, tapi juga membuat publik luas ikut menaruh perhatian. Publik umumnya membicarakan soal bentrok, kerusakan fasilitas, dan kronologi peristiwa. Namun, di balik hiruk-pikuk itu, ada sisi lain yang jarang tersorot: bagaimana kerusuhan ini berdampak secara psikologis pada mahasiswa, memunculkan solidaritas sosial, menguji identitas kampus Islam, dan menciptakan perang opini di ruang digital.

Dengan melihat sisi yang lebih dalam, kita bisa memahami bahwa peristiwa ini bukan sekadar konflik, melainkan sebuah refleksi atas dinamika mahasiswa, relasi kampus, dan peran media sosial di era modern.


Dampak Psikologis Mahasiswa

Salah satu hal yang sering diabaikan dari kerusuhan kampus adalah dampaknya terhadap mental mahasiswa.

1. Rasa Trauma dan Ketakutan

Bagi mahasiswa yang berada di lokasi kerusuhan, suara teriakan, dorongan massa, hingga kaca pecah bisa menimbulkan trauma. Tidak sedikit yang kemudian merasa takut untuk kembali beraktivitas di kampus. Lingkungan belajar yang seharusnya aman justru berubah menjadi ruang yang penuh kecemasan.

2. Gangguan Akademik

Kerusuhan juga berdampak pada konsentrasi belajar. Tekanan psikologis yang dialami mahasiswa kerap mengganggu konsentrasi mereka, sehingga proses perkuliahan menjadi tidak optimal. Bahkan, ada yang menunda hadir di kelas karena khawatir kejadian serupa terulang. Hal ini jelas menghambat proses akademik yang seharusnya menjadi prioritas utama.

3. Potensi Jangka Panjang

Jika tidak ditangani, trauma ini bisa menimbulkan dampak jangka panjang. Mahasiswa bisa kehilangan motivasi belajar, menarik diri dari kegiatan organisasi, atau bahkan memutuskan untuk pindah kampus. Di sinilah peran konseling kampus menjadi sangat penting.


Solidaritas Sosial di Tengah Kekacauan

Di balik kerusuhan, ada sisi kemanusiaan yang muncul: solidaritas mahasiswa.

1. Saling Melindungi

Saat bentrokan memanas, banyak mahasiswa yang bahu membahu melindungi temannya. Ada yang membawa mereka yang terluka ke tempat aman, ada pula yang membantu dengan logistik sederhana seperti air minum dan perban.

2. Gerakan Donasi dan Pemulihan

Pasca-kerusuhan, muncul inisiatif untuk menggalang dana. Mahasiswa, alumni, hingga masyarakat sekitar ikut serta dalam membantu memperbaiki fasilitas yang rusak. Solidaritas ini menunjukkan bahwa meskipun ada konflik, semangat kebersamaan masih kuat.

3. Forum Damai Mahasiswa

Beberapa kelompok mahasiswa kemudian menginisiasi forum diskusi terbuka. Tujuannya bukan untuk memperpanjang konflik, melainkan mencari jalan keluar dengan cara musyawarah. Forum ini menjadi bukti bahwa generasi muda masih mampu memilih jalur intelektual.


Ujian Identitas sebagai Kampus Islam

Unisba dikenal sebagai kampus Islam. Kerusuhan yang terjadi tentu menimbulkan pertanyaan: bagaimana peristiwa ini memengaruhi citra keislaman kampus?

1. Kontradiksi Nilai dan Peristiwa

Islam menjunjung tinggi musyawarah, damai, dan penyelesaian masalah tanpa kekerasan. Namun, kerusuhan yang terjadi justru menampilkan wajah sebaliknya. Publik melihat ada kontradiksi antara nilai yang diajarkan dan realitas di lapangan.

2. Tantangan bagi Rektor dan Civitas Akademika

Kerusuhan ini menjadi ujian berat bagi pimpinan kampus. Mereka harus mampu menunjukkan bahwa identitas Islam bukan sekadar label, tetapi tercermin dalam sikap menyelesaikan masalah secara adil dan terbuka.

3. Momentum untuk Berbenah

Alih-alih dianggap sebagai aib, kerusuhan bisa dijadikan momentum untuk memperkuat identitas kampus Islam. Dengan mengedepankan musyawarah, keadilan, dan kepedulian, Unisba bisa membuktikan bahwa nilai Islam relevan dalam menyelesaikan konflik kontemporer.


Ruang Digital dan Perang Opini Publik

Era digital membuat kerusuhan di Unisba cepat menyebar. Media sosial menjadi panggung utama dalam membentuk opini publik.

1. Viralisasi Video Kericuhan

Video bentrokan mahasiswa dengan aparat kampus beredar luas di platform seperti Twitter, Instagram, hingga TikTok. Potongan video ini sering kali terlepas dari konteks, sehingga memicu pro-kontra yang tajam.

2. Narasi yang Bertabrakan

Ada pihak yang menilai mahasiswa berlebihan, sementara sebagian lain melihat pihak kampus terlalu represif. Perbedaan narasi ini memperlihatkan bagaimana media sosial bisa memperkeruh suasana sekaligus menjadi sarana solidaritas.

3. Dampak terhadap Reputasi Kampus

Citra kampus ikut terpengaruh oleh narasi di ruang digital. Nama Unisba menjadi trending, tetapi tidak dalam konteks prestasi akademik melainkan kerusuhan. Reputasi kampus di mata masyarakat dan calon mahasiswa baru tentu ikut terdampak.


Pelajaran dari Peristiwa Unisba

Kerusuhan ini memberi banyak pelajaran berharga, terutama dalam konteks membangun kampus yang sehat dan demokratis.

Pentingnya Konseling Mahasiswa

Kampus harus menyediakan layanan psikologis agar mahasiswa yang trauma bisa pulih.

Dialog sebagai Jalan Tengah

Konflik harus dikelola melalui forum musyawarah, bukan kekerasan.

Penguatan Nilai Islam

Nilai keislaman harus ditunjukkan bukan hanya lewat kurikulum, tetapi juga dalam penyelesaian masalah nyata.

Literasi Digital Mahasiswa

Agar tidak terjebak hoaks dan provokasi, mahasiswa sebaiknya mengasah kemampuan literasi digital dan belajar menyaring informasi di media sosial dengan lebih kritis.


Kesimpulan

Peristiwa kerusuhan di Unisba tak dapat dipandang sebatas bentrok dan kerusakan fasilitas. Di balik itu, tersimpan persoalan mendalam: trauma psikologis mahasiswa, solidaritas sosial yang tumbuh, ujian bagi identitas kampus Islam, serta narasi digital yang membentuk opini publik. Semua ini membuktikan bahwa konflik di dunia kampus adalah refleksi dari dinamika yang kompleks.

Unisba kini menghadapi tantangan besar: bagaimana memulihkan kepercayaan mahasiswa, memperbaiki citra kampus Islam, dan memastikan bahwa kampus tetap menjadi ruang aman untuk belajar. Kerusuhan di Unisba mungkin meninggalkan luka, tapi juga membuka ruang harapan. Bila dimaknai sebagai titik balik, ia dapat mengantarkan kampus menuju wajah baru yang inklusif, transparan, dan berkarakter Islami.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button