NasionalTrending

Arif Budimanta Wafat: Jembatan Muhammadiyah–PDIP, Ekonomi Konstitusi, dan Warisan Intelektual yang Jarang Dibahas

Jakarta, 6 September 2025 – Indonesia kembali kehilangan salah satu intelektual penting. Arif Budimanta, ekonom senior, mantan anggota DPR RI, dan mantan Staf Khusus Presiden Joko Widodo, wafat pada usia 57 tahun. Kabar duka ini menggema di berbagai kalangan, dari politisi, akademisi, hingga organisasi masyarakat. Namun, ada sisi warisan Arif yang jarang disorot media: perannya sebagai jembatan ideologis, pemikir ekonomi konstitusi, dan mentor generasi muda.


1. Sosok yang Menyatukan Muhammadiyah dan PDIP

Di dunia politik Indonesia, Muhammadiyah dan PDIP sering di anggap sebagai dua kutub yang berbeda. Muhammadiyah terkenal dengan basis sosial-keagamaannya, sedangkan PDIP identik dengan tradisi nasionalis-sekuler. Namun, Arif Budimanta hadir sebagai figur langka yang mampu merangkul keduanya.

Sebagai Ketua Majelis Ekonomi, Bisnis, dan Pariwisata PP Muhammadiyah 2022–2027, Arif berperan aktif mendorong lahirnya gagasan ekonomi Islam yang adil sekaligus relevan dengan perkembangan zaman. Di sisi lain, sebagai Direktur Eksekutif Megawati Institute, ia di percaya untuk merumuskan gagasan kebijakan publik berbasis ideologi Pancasila ala PDIP.

Peran ganda ini bukanlah sesuatu yang mudah. Tetapi justru di situlah letak keistimewaan Arif: ia menjadi perekat yang menunjukkan bahwa dialog antar-ideologi bisa berjalan harmonis jika fokusnya adalah kepentingan rakyat.


2. Pemikiran Ekonomi Konstitusi: Kritik terhadap Neoliberalisme

Arif Budimanta tidak hanya di kenal lewat gagasan Pancasilanomics, tetapi juga melalui pandangan-pandangan ekonomi lain yang lebih mendalam. Ia juga di kenal sebagai salah satu tokoh yang lantang mengusung konsep Ekonomi Konstitusi.

Menurut Arif, Pasal 33 UUD 1945 adalah fondasi utama arah pembangunan ekonomi bangsa. Baginya, pengelolaan cabang produksi yang penting tidak boleh di lepaskan sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Negara harus hadir untuk memastikan distribusi sumber daya yang adil dan berkelanjutan.

Gagasannya menjadi kritik keras terhadap arus neoliberal yang terlalu menekankan privatisasi dan deregulasi. Arif meyakini, jika Indonesia hanya mengejar pertumbuhan tanpa keadilan, maka jurang ketimpangan sosial akan semakin lebar.

Konsep “Ekonomi Konstitusi” ini sebenarnya menjadi penyempurna dari diskursus lama tentang Ekonomi Pancasila. Bedanya, Arif lebih menekankan sisi praktis dalam implementasi kebijakan negara—misalnya dalam APBN, perbankan, dan tata kelola sumber daya alam.


3. Indikator Kesejahteraan, Bukan Hanya Pertumbuhan

Salah satu kontribusi Arif yang jarang di bicarakan adalah idenya untuk menempatkan indikator kesejahteraan rakyat sebagai ukuran utama dalam pembangunan.

Jika selama ini pemerintah sibuk mengejar angka pertumbuhan ekonomi (growth), Arif mengingatkan bahwa yang lebih penting adalah sejauh mana rakyat merasakan manfaat pembangunan. Apakah pengangguran berkurang? kemiskinan menurun? Apakah masyarakat di desa merasakan akses kesehatan dan pendidikan yang lebih baik?

Bagi Arif, pembangunan ekonomi harus bersifat inklusif. Ia menolak pandangan bahwa “trickle down effect” akan otomatis terjadi. Sebaliknya, negara harus aktif menciptakan kebijakan afirmatif agar manfaat pembangunan benar-benar di rasakan oleh kelompok rentan.


4. Mentor Intelektual bagi Generasi Muda

Selain peran politik dan pemikiran ekonomi, sisi lain dari Arif Budimanta yang jarang di angkat adalah kiprahnya sebagai mentor intelektual.

Di berbagai kesempatan, Arif kerap meluangkan waktu untuk berdiskusi dengan mahasiswa, aktivis muda, dan peneliti. Arif kerap tampil sederhana dan mudah di dekati. Di mata generasi muda, ia bukan hanya akademisi senior, melainkan pembimbing yang selalu mau mendengar ide-ide baru tanpa merasa lebih tinggi.

Warisan terbesarnya dalam hal ini adalah budaya berpikir kritis dan etos intelektual yang ia tularkan. Generasi muda yang pernah berinteraksi dengannya merasakan bagaimana pentingnya memadukan idealisme dengan realisme dalam memperjuangkan perubahan.


5. Gaya Kepemimpinan yang Jernih dan Tenang

Di tengah riuhnya politik Indonesia, Arif Budimanta dikenal dengan gaya kepemimpinan yang jernih, tenang, dan penuh argumentasi. Ia jarang menggunakan retorika yang bombastis. Sebaliknya, ia lebih senang menyampaikan gagasan dengan data, analisis, dan kerangka teori yang kokoh.

Pendekatan ini membuatnya dihormati, baik oleh kawan maupun lawan politik. Tidak sedikit pihak yang berbeda pandangan dengannya secara ideologis, namun tetap mengakui integritas serta konsistensi perjuangan Arif.


6. Kehilangan Besar bagi Indonesia

Wafatnya Arif Budimanta pada usia 57 tahun jelas meninggalkan duka mendalam. Ia masih berada di usia produktif dengan banyak gagasan yang belum sempat diwujudkan.

Namun, kepergiannya sekaligus menjadi momentum untuk merenungkan kembali pentingnya membumikan Pancasila dalam kehidupan ekonomi bangsa. Ia telah menunjukkan bahwa Pancasila bukan sekadar slogan, melainkan pedoman praktis untuk membangun ekonomi berdaulat, adil, dan mensejahterakan.


7. Warisan untuk Generasi Mendatang

Generasi muda Indonesia dapat belajar banyak dari jejak langkah Arif Budimanta. Ia mengajarkan bahwa menjadi intelektual tidak hanya berarti menulis buku atau mengajar di kampus, tetapi juga berani turun langsung ke ranah politik dan kebijakan publik.

Ia membuktikan bahwa antara Muhammadiyah dan PDIP, antara nasionalis dan religius, antara akademisi dan politisi—semuanya bisa dipertemukan dalam satu tujuan besar: kemakmuran rakyat.

Warisan inilah yang membuat Arif Budimanta tetap hidup dalam ingatan kolektif bangsa, bahkan setelah raganya tiada.


Penutup

Kepergian Arif Budimanta adalah kehilangan besar, bukan hanya bagi keluarga dan sahabat, tetapi juga bagi bangsa Indonesia. Ia adalah jembatan yang menyatukan ideologi, seorang penggagas ekonomi konstitusi, dan mentor yang membentuk generasi intelektual baru.

Meski raganya telah tiada, pemikiran dan keteladanan Arif akan terus menjadi inspirasi. Di tengah tantangan globalisasi dan neoliberalisme, gagasan tentang Pancasilanomics dan Ekonomi Konstitusi akan selalu relevan sebagai panduan bangsa menuju kedaulatan ekonomi yang berkeadilan.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button