
Latar Belakang Heboh Bendera One Piece
Menjelang peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia pada 17 Agustus 2025, muncul tren menghebohkan: masyarakat mulai mengibarkan bendera Jolly Roger—simbol bajak laut dari serial anime One Piece—di berbagai wilayah di Indonesia.
Simbol ini kini mudah di temui di mana-mana—terpampang di bak truk, menghiasi dinding rumah, bahkan muncul sebagai mural di ruang publik. Bagi para penggemar anime, itu hanyalah bentuk kecintaan pada karya fiksi, namun bagi sebagian orang lain, kemunculannya di baca sebagai sindiran atau bahkan protes halus terhadap pemerintah.
Karena lambang ini sering di empatkan bersama atau bahkan di bawah Bendera Merah Putih, sebagian aparat dan pejabat menilai tindakan tersebut dapat di tafsirkan sebagai menghina simbol negara atau bahkan sebagai upaya “memecah belah bangsa”.
Tindakan Aparat: Hentikan Produksi & Razia
Beberapa daerah merespons dengan tegas—menghentikan produksi dan menertibkan wujud visual simbol ini.
Produksi Dihentikan
Di beberapa daerah, pengrajin dan produsen konveksi bendera One Piece terpaksa menutup mesin jahit mereka. Ada yang buru-buru menghabiskan stok yang tersisa, ada pula yang memilih berhenti total, semua terjadi setelah muncul tekanan dan peringatan dari aparat setempat.
Penghapusan Mural & Penertiban Ruang Publik
Pemerintah daerah melakukan penertiban mural dan pengibaran bendera One Piece di berbagai lokasi dengan menurunkan lambang tersebut dari tempat publik.
Razia dan Intimidasi ke Masyarakat
Di beberapa daerah, aparat gabungan seperti Polri, TNI, dan Satpol PP melakukan penyitaan bendera dari warga dan menurunkan mural yang dianggap provokatif. Organisasi pegiat hak asasi pun menyoroti tindakan ini sebagai bentuk intimidasi dan perampasan kebebasan berekspresi.
Reaksi Hukum & Pemerintah: Antara Tegas dan Menahan
Respons pemerintah bersifat beragam.
Perintah Tegas dari Pejabat
Beberapa pejabat menilai pengibaran simbol ini sebagai bentuk makar dan potensi memecah belah bangsa. Ada pula klaim bahwa tindakan ini dapat memicu konsekuensi hukum jika tidak menghormati Bendera Merah Putih.
Pernyataan Meredam Situasi
Pihak pemerintah pusat menyatakan bahwa pengibaran bendera One Piece tidak di larang selama tidak menandingi atau menutupi Bendera Merah Putih.
Hak Warga untuk Berekspresi
Sejumlah anggota legislatif menegaskan bahwa tidak bisa melarang pengibaran bendera ini karena merupakan hak warga, meskipun menyarankan agar di bulan Agustus masyarakat lebih mengutamakan pengibaran Merah Putih.
Tak Ada Dasar Hukum Pelarangan
Pakar hukum menilai tidak terdapat undang-undang yang secara tegas melarang pengibaran bendera yang berasal dari budaya populer, selama tidak di gunakan untuk tujuan makar atau menghina negara.
Aspek HAM: Kebebasan Berekspresi Terancam?
Kelompok pegiat HAM menyampaikan keprihatinannya bahwa penyitaan bendera dan mural One Piece termasuk intimidasi terhadap kebebasan berpendapat secara damai, yang seharusnya di lindungi oleh konstitusi serta instrumen HAM internasional.
Fenomena ini pun mengundang sorotan mengenai keterbukaan negara terhadap kritik dan simbol-simbol budaya sebagai medium berekspresi, terutama ketika kritik di sampaikan dalam bentuk yang tidak langsung menyerang secara politis.
Efek Sosial-Ekonomi & Psikologis
Lonjakan Permintaan Bendera
Ironisnya, kontroversi ini justru meningkatkan permintaan. Banyak penjual online melaporkan kenaikan penjualan bendera One Piece setelah wacana pelarangan mencuat.
Rasa Takut di Kalangan Warga
Banyak pemilik koleksi merasa khawatir. Sebagian menurunkan bendera koleksinya karena takut disalahartikan sebagai aksi politik.
Polaritas Opini Publik
- Sebagian menganggap pengibaran bendera tersebut sebagai kreatif, wajar, atau bentuk kritik, bahkan ada yang menggunakannya sebagai avatar di media sosial.
- Namun, sebagian lain menilai tindakan ini tidak pantas dilakukan di momen kemerdekaan karena dianggap tidak menghormati simbol perjuangan bangsa.
Kesimpulan
Fenomena pengibaran dan produksi bendera One Piece mengungkap kompleksitas hubungan antara kebebasan berekspresi, simbol nasional, dan respons negara. Meski sempat di bendung aparat melalui penertiban, razia, dan penghentian produksi, langkah-langkah itu kerap kontroversial karena bisa melanggar hak berpendapat.
Dalam kerangka hukum, tak di temukan landasan kuat untuk melarang ekspresi tersebut secara menyeluruh, asalkan simbol Merah Putih tetap di hormati. Maka yang di butuhkan adalah keseimbangan antara pengakuan terhadap kreativitas rakyat, terutama anak muda, dan penghormatan terhadap nilai-nilai nasional. Dalam kerangka hukum, tak di temukan landasan kuat untuk melarang ekspresi tersebut secara menyeluruh, asalkan simbol Merah Putih tetap di hormati. Maka yang di butuhkan adalah keseimbangan antara pengakuan terhadap kreativitas rakyat, terutama anak muda, dan penghormatan terhadap nilai-nilai nasional.