
Pendahuluan
Nama Dwiarso Budi Santiarto, S.H., M.Hum. sering muncul di pemberitaan ketika publik membahas vonis kontroversial kasus Ahok atau promosi jabatan di Mahkamah Agung (MA). Namun, ada sisi lain dari sosok ini yang jarang di bahas: perannya sebagai pengawal integritas peradilan dan kontribusinya di dunia akademis, khususnya dalam pemikiran tentang korporasi sebagai subjek hukum pidana.
Artikel ini akan menyoroti perjalanan, gagasan, dan kontribusi Dwiarso dari perspektif berbeda, bukan sekadar kasus yang sudah ramai di bicarakan.
Jejak Karier yang Panjang dan Penuh Rotasi
Latar Belakang Pendidikan
Dwiarso lahir di Madiun pada 14 Maret 1962. Setelah menempuh pendidikan sarjana hukum di Universitas Airlangga (Unair), Dwiarso melanjutkan studinya ke tingkat magister di Universitas Gadjah Mada (UGM).
Awal Karier di Dunia Peradilan
Kariernya dimulai di Pengadilan Negeri Surabaya pada 1987. Sejak itu, ia mengalami berbagai rotasi penting: Ketua PN Semarang, Ketua PN Jakarta Utara, Hakim Tinggi Bali, hingga akhirnya di percaya sebagai Hakim Agung pada 2021. Pada 2023, ia di lantik menjadi Ketua Muda Kamar Pengawasan MA.
Rotasi ini mencerminkan bagaimana seorang hakim harus menguasai dinamika hukum di berbagai daerah, menghadapi karakter masyarakat yang beragam, sekaligus menjaga konsistensi putusan.
Pengawal Integritas Peradilan
Tanggung Jawab sebagai Ketua Kamar Pengawasan MA
Sebagai Ketua Kamar Pengawasan MA, Dwiarso memegang tanggung jawab besar: memastikan aparat peradilan bekerja sesuai aturan dan etika. Posisi ini sangat strategis karena menyentuh inti persoalan yang sering jadi sorotan publik: integritas hakim.
1. Transparansi dan Akuntabilitas
Dwiarso mendorong mekanisme pengawasan yang lebih terbuka. Pengaduan masyarakat terhadap aparat pengadilan kini lebih mudah di akses, dan proses tindak lanjutnya di pantau secara ketat.
2. Pencegahan Korupsi di Internal Peradilan
Isu korupsi di lembaga peradilan kerap menjadi bahan kritik masyarakat. Dwiarso berusaha menekankan pengawasan preventif, yaitu memperkuat sistem agar peluang penyimpangan bisa di tekan sejak awal.
3. Digitalisasi Pengawasan
Di era digital, ia juga mendukung penerapan teknologi dalam memantau kinerja aparat peradilan. Sistem daring memungkinkan masyarakat melaporkan masalah tanpa harus bertatap muka, sekaligus mempermudah monitoring oleh MA.
Pemikir Hukum: Korporasi sebagai Subjek Pidana
Kiprah Akademis
Selain kiprahnya di peradilan, Dwiarso juga aktif di dunia akademis. Gelar doktor yang diraihnya di Unair mempertegas kontribusinya dalam pengembangan ilmu hukum. Disertasinya berjudul “Pedoman Pemidanaan Terhadap Korporasi sebagai Subjek Hukum Pidana.”
Relevansi Topik
Topik ini sangat relevan, mengingat banyak kasus di Indonesia yang melibatkan perusahaan, mulai dari pencemaran lingkungan, penggelapan pajak, hingga korupsi. Pemikiran Dwiarso membuka wacana bahwa keadilan tidak hanya ditujukan kepada individu, tetapi juga entitas bisnis yang bisa merugikan masyarakat luas.
Poin Penting dari Pemikiran Dwiarso
- Korporasi bukan hanya objek, tapi juga subjek hukum yang bisa dijatuhi sanksi pidana.
- Pedoman pemidanaan diperlukan agar hakim memiliki acuan yang jelas dalam menjatuhkan hukuman kepada perusahaan.
- KUHP baru (UU No. 1 Tahun 2023) semakin menegaskan keberadaan korporasi dalam sistem hukum pidana.
Dengan kontribusinya ini, Dwiarso ikut memperkaya praktik hukum modern di Indonesia, khususnya di bidang hukum pidana ekonomi dan korporasi.
Membaca Sisi Humanis Dwiarso
Di balik sikapnya yang tegas sebagai hakim, Dwiarso adalah sosok yang karakter dan pandangannya terbentuk dari perjalanan hidupnya di banyak daerah. Dari Surabaya, Semarang, Jakarta, Bali, hingga pusat kekuasaan hukum di Jakarta, ia menyaksikan langsung dinamika masyarakat.
Hal ini membuatnya memahami bahwa keadilan bukan sekadar hitam putih teks hukum, melainkan juga soal rasa, nilai sosial, dan dampak terhadap masyarakat. Perspektif inilah yang memperkaya pendekatannya dalam memimpin pengawasan peradilan.
Peran dalam Reformasi Peradilan
Konteks Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010–2035
Nama Dwiarso juga patut dicatat dalam konteks Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010–2035. Peran pengawasan yang ia emban bukan hanya soal menindak pelanggaran, tetapi juga memastikan reformasi berjalan sesuai arah:
- Meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
- Memperkuat independensi hakim dari intervensi eksternal.
- Membangun profesionalitas aparatur hukum melalui pelatihan dan evaluasi berkelanjutan.
Dengan kepemimpinannya, pengawasan peradilan tidak lagi sekadar “mengawasi dari atas”, tetapi menjadi bagian dari upaya membangun sistem peradilan yang modern, bersih, dan responsif.
Rangkuman Profil Dwiarso Budi Santiarto
Aspek dan Rincian Utama
- Tanggal Lahir: 14 Maret 1962, Madiun
- Pendidikan: S-1 Unair, S-2 UGM, Doktor Unair
- Karier Awal: Hakim di PN Surabaya (1987)
- Karier Strategis: Memimpin PN Semarang, PN Jakarta Utara, Hakim Tinggi Bali. Kini menjabat Ketua Muda Kamar Pengawasan MA sejak 2023.
- Kontribusi Akademik: Disertasi soal pemidanaan korporasi
- Fokus Reformasi: Integritas hakim, digitalisasi pengawasan, transparansi peradilan
Penutup
Membicarakan Dwiarso Budi Santiarto hanya dari sisi vonis Ahok tentu menyempitkan pandangan terhadap kiprahnya. Ia adalah sosok yang berdiri di dua dunia sekaligus: praktisi peradilan dan akademisi hukum.
Di Mahkamah Agung, Dwiarso berperan sebagai pengawal integritas, memastikan lembaga peradilan tetap berjalan transparan dan akuntabel. Di sisi lain, melalui disertasinya tentang pemidanaan korporasi, Dwiarso memberikan kontribusi nyata bagi perkembangan hukum pidana modern di Indonesia.
Dengan pengalaman panjang, pemikiran akademis, serta tanggung jawab strategis yang diembannya, Dwiarso Budi Santiarto layak dipandang sebagai figur reformis dalam tubuh peradilan Indonesia — bukan hanya karena putusan kontroversialnya, tetapi juga karena visi dan dedikasi yang ia bawa untuk masa depan hukum di negeri ini.