
Nama Zara Yupita Azra belakangan bikin panas jagat maya. Dokter muda ini ramai dibicarakan publik setelah dituding terlibat dalam aksi perundungan terhadap dr. Aulia Risma Lestari, teman satu angkatan di program PPDS Anestesi Undip. Tragedi ini berujung pada wafatnya Aulia—dan publik pun mulai bertanya-tanya: ada apa dengan sistem pendidikan kita sampai-sampai kejadian seperti ini bisa luput dari perhatian?
1. Kampus Harusnya Nggak Cuma Nonton
Zara diketahui masih tercatat sebagai mahasiswa aktif saat kasus ini mencuat. Tapi yang bikin heboh, muncul kabar kalau dia sempat ikut ujian nasional profesi dan katanya udah “lulus.” Hal ini bikin publik curiga, kok bisa orang yang tersangkut kasus berat masih terus lanjut akademiknya?
Pihak kampus bilang, status Zara belum benar-benar lulus karena belum terdaftar di data nasional (PDDIKTI). Tapi tetap aja, pertanyaan dasarnya:
Apakah kampus udah punya sistem yang jelas buat menindak mahasiswa yang terlibat kasus serius kayak begini?
Bukan cuma urusan nilai atau absensi, tapi soal etika, tanggung jawab moral, dan keamanan lingkungan belajar.
2. Budaya Senior-Junior: Masih Sehat atau Udah Beracun?
Dalam kasus ini, banyak yang highlight isi pesan yang dikirim Zara. Nada-nadanya kasar, mengancam, dan jelas-jelas menunjukkan relasi kekuasaan yang timpang banget.
Contohnya:
“Aku tahu kelemahan kalian satu-satu.”
Ini bukan cuma teguran biasa, ini udah bentuk tekanan psikologis yang bisa bikin orang runtuh mental. Dan sedihnya, pola kayak gini bukan hal baru di dunia pendidikan spesialis, terutama di bidang medis. Budaya senioritas sering kali berubah jadi alat untuk menekan, bukan membimbing.
3. Keluarga Korban Juga Perlu Perlindungan
Adik dari Aulia berkata bahwa sudah sejak lama mempunyai bukti perlakuan buruk dari Zara. Tapi mereka nggak langsung umbar ke publik, karena masih percaya sama proses hukum. Sayangnya, sistemnya lambat. Publik baru tahu setelah semuanya terlambat.
Di sinilah sebenarnya peran kampus bisa lebih besar. Bukan cuma mengucapkan belasungkawa, tapi juga aktif mendampingi keluarga korban, misalnya dengan:
- Memberi akses layanan psikologis
- Memberikan kejelasan soal perkembangan kasus
- Menjadi jembatan agar tragedi ini bisa jadi titik balik pembenahan sistem
4. Sistem Pendidikan Kedokteran Perlu Diperiksa Ulang
Orang sering dengar bahwa pendidikan dokter itu keras. Tapi kalau kerasnya sampai membuat orang sakit mental, itu bukan hal yang bisa dibiarkan.
Kalau intimidasi dan omongan menyakitkan terus dianggap hal biasa, lama-lama itu jadi budaya yang merusak—dan bisa bikin nyawa melayang. Bisa jadi, kasus ini cuma satu dari banyak kasus lain yang nggak pernah kelihatan permukaannya. Cuma karena yang ini berujung kematian, baru semua orang buka mata.
5. Netizen: Dari Marah ke Melek Sistem
Reaksi publik di media sosial jelas marah besar. Tapi di balik kemarahan itu, muncul diskusi yang lebih luas. Banyak yang mulai bertanya:
- Kenapa nggak ada sistem pelaporan yang aman buat korban?
- Kok pelaku bisa terus beraktivitas seolah nggak ada masalah?
- Apakah ini cerminan dari sistem pendidikan yang lebih besar?
Jadi bukan cuma ngulik gosip dan chat, tapi mulai meraba masalah struktur dan budaya pendidikan kita yang perlu dibenahi.
6. Yang Belum Banyak Dibahas
Sebagian besar media dan netizen sibuk bahas Zara sebagai pribadi: foto penangkapan, isi chat, kelulusan, dan sebagainya. Tapi yang kurang digali adalah:
- Bagaimana sistem kampus menanggapi situasi seperti ini?
- Apa ada regulasi internal untuk mencegah perundungan?
- Gimana kampus melindungi korban dan memberi ruang aman?
Yang terjadi pada Aulia bukan sekadar kasus personal, tapi cerminan lemahnya pengawasan dan budaya institusi.
7. Jalan Keluar? Nggak Cuma Hukum, Tapi Juga Budaya
Buat Kampus:
- Harus ada aturan yang jelas dan tegas untuk mahasiswa yang terlibat kasus etik/hukum
- Bangun sistem pelaporan internal yang aman untuk korban
- Adakan pelatihan anti-perundungan untuk seluruh civitas akademika, terutama di program spesialis
Buat Masyarakat:
- Jangan anggap senioritas sebagai pembenaran buat menekan yang lebih muda
- Dukung korban untuk berani bicara tanpa takut di-bully balik
- Dorong media & netizen untuk bantu mengedukasi, bukan cuma viralkan
Penutup: Bukan Cuma Tentang Zara
Kasus ini bukan cuma soal satu orang yang salah kirim chat. Ini tentang sistem yang membiarkan kekerasan psikologis tumbuh di ruang pendidikan. Kalau nggak ada pembenahan menyeluruh, bukan nggak mungkin akan ada “Aulia” lain di masa depan.
Jadi, yuk jangan berhenti di berita viral. Kita semua—kampus, masyarakat, bahkan netizen—punya peran buat dorong perubahan.