
Kata “galgah” kini sedang menjadi perbincangan hangat di media sosial. Setelah viral selama berbulan-bulan, istilah ini akhirnya resmi tercatat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Perubahan ini sontak memicu reaksi ramai—antara heran, bangga, hingga geli—karena sebuah kata gaul dari dunia maya kini di akui secara nasional.
1. Arti “galgah” dalam KBBI
Menurut pembaruan KBBI daring edisi 2025, galgah di definisikan sebagai:
“(sudah) lega atau segar kerongkongan karena minum; tidak dahaga.”
Artinya, kata ini berfungsi sebagai lawan kata dari “haus”.
Contohnya:
- “Setelah minum es teh, rasanya langsung galgah.”
 
Menariknya, entri ini juga menandai pergeseran budaya bahasa: sebelumnya, padanan kata “tidak haus” jarang di gunakan dalam percakapan, sementara kini masyarakat punya istilah yang terasa lebih ekspresif dan ringan di ucapkan.
2. Dari bahasa gaul ke pengakuan resmi
Kata “galgah” awalnya muncul dari percakapan santai di media sosial, terutama di TikTok dan Instagram.
Istilah ini viral bersamaan dengan kata “palum”, yang berarti sudah tidak haus atau kenyang minum. Banyak pengguna memakai “galgah” dan “palum” dalam konteks humor, seperti:
“Abis liat doi senyum, langsung haus banget—bukan palum tapi galgah!”
Namun ternyata, tren tersebut menarik perhatian Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Setelah di telusuri asal-usul dan konsistensi penggunaannya di ruang publik, kata “galgah” akhirnya di usulkan dan di terima masuk ke dalam KBBI edisi terbaru pada Juli 2025.
3. Ragam bahasa: formal atau tidak?
Meski sudah masuk KBBI, “galgah” di kategorikan dalam ragam cakapan atau informal. Artinya, kata ini di akui keberadaannya, tetapi belum di anggap tepat untuk dipakai dalam konteks resmi seperti dokumen akademik, surat dinas, atau tulisan ilmiah.
Dalam catatan Badan Bahasa, “galgah” di masukkan karena memenuhi dua syarat utama:
- Sudah di gunakan luas dan konsisten di berbagai platform publik.
 - Dipahami maknanya secara seragam oleh pengguna bahasa.
 
Namun, mereka juga menegaskan bahwa penggunaannya tetap sebaiknya dibatasi pada percakapan sehari-hari, sama seperti kata “baper” atau “julid” sebelum akhirnya diterima luas.
4. Reaksi publik: antara lucu dan bangga
Masuknya “galgah” ke KBBI memunculkan berbagai reaksi di media sosial.
Sebagian warganet menganggapnya lucu dan tidak menyangka bahwa kata sederhana yang muncul dari obrolan iseng bisa mendapat pengakuan resmi. Ada juga yang bangga, karena ini menunjukkan fleksibilitas Bahasa Indonesia yang mampu beradaptasi dengan budaya digital.
Beberapa komentar populer menulis:
- “Akhirnya galgah sah jadi warga KBBI, bukan cuma warga TikTok.”
 - “Kalau galgah aja bisa masuk KBBI, berarti harapan masih ada buat bahasa netizen.”
 
Di sisi lain, ada juga yang menilai bahwa pengakuan ini menunjukkan perlunya batas antara bahasa formal dan bahasa populer agar tidak semua kata viral langsung dianggap baku.
5. Bahasa yang terus hidup
Fenomena “galgah” membuktikan bahwa bahasa Indonesia terus tumbuh dan berubah mengikuti zaman.
Jika dulu istilah gaul seperti “baper” atau “julid” dianggap remeh, kini kedua kata itu juga sudah resmi diakui. Proses ini menggambarkan bagaimana bahasa tidak statis, melainkan mengikuti kebutuhan komunikasi masyarakatnya.
Menurut pengamat bahasa, pengakuan terhadap kata gaul seperti ini justru penting karena memperkaya kosakata nasional, asalkan dilakukan lewat kajian ilmiah yang jelas. Bahasa selalu berawal dari pemakaian nyata di masyarakat, baru kemudian dibakukan jika dianggap layak dan stabil maknanya.
6. “Galgah” dan “Palum”: pasangan kata baru
Yang menarik, KBBI kini menampilkan dua kata baru yang saling berkaitan:
- Haus → kondisi ingin minum.
 - Palum → keadaan sudah cukup minum, tidak haus.
 - Galgah → keadaan lega atau segar setelah minum, lawan dari haus, mirip dengan palum namun bernuansa lebih ringan dan percakapan.
 
Dengan demikian, keduanya kini menjadi pasangan istilah yang bisa digunakan untuk memperjelas ekspresi dalam komunikasi sehari-hari.
7. Kesimpulan
Kata “galgah” kini bukan sekadar bahasa gaul TikTok, tapi juga bagian resmi dari kosakata Bahasa Indonesia. Pengakuan ini menjadi bukti bahwa bahasa terus berevolusi mengikuti budaya dan zaman. Walaupun masih tergolong nonformal, masuknya “galgah” ke KBBI menandai bahwa ekspresi masyarakat dunia maya kini memiliki pengaruh nyata dalam pembentukan bahasa nasional.
Fenomena ini juga menjadi pengingat bahwa bahasa adalah milik penuturnya — apa yang dulu dianggap remeh bisa saja suatu hari menjadi bagian penting dari sejarah linguistik Indonesia.
				


